Senin, 23 Maret 2009

budidaya plankton

Kultur Semi Massal (intermediet)

Kultur semi massal merupakan kultur lanjutan dari kultur murni yang dilakukan di dalam ruangan. Kultur skala laboratorium (intermediet) dilaksanakan di DIFTA (BBRPBL Gondol-Bali).


Tahap-tahap yang dilakukan dalam kultur semi massal adalah persiapan dan sterilisasi alat dan bahan, pengisian air media dan pemupukan , pembuatan pupuk, pemeliharaan, pemupukan ulang dan pemanenan.


1. Persiapan dan Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan merupakan sarana yang terpenting dalam kegiatan kultur. Oleh karena itu, persiapan yang oftimal akan menghasilkan kultur yang maksimal. Sterilisasi alat dan bahan pada kultur semi massal sama halnya dengan sterilisasi pada kultur murni. Alat-alat yang digunakan pada saat kultur disajikan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.32. Alat dan Bahan Kultur Semi Massal
Alat
Bahan

Bag cultur 100 liter
Nannochloropsis sp 30x106 sel/ml

Selang aerasi
Air laut

Lampu neon 2 buah @ 64 Watt
Air tawar

Injection, Gelas ukur
HCL (70%)

Sphon, Mikroskop
Sabun cair

Planktonet
Pupuk Pro analis (Urea, TSP, ZA, Clewat)

Hemaechytometer


Timbangan digital














Gambar 4.42. Kultur Murni Plankton, Plastik kultur (bag culture)


2. Pembuatan Pupuk

Pupuk merupakan salah satu media untuk menumbuhkan perkembangbiakan fitoplankton. Pembuatan pupuk dilakukan sebelum penebaran inokulun. Pupuk yang digunakan kultur skala semi massal adalah pupuk lokal, pupuk analis dan pupuk pro analis (PA). Pada saat kegiatan, pupuk yang digunakan adalah pupuk pro analis (PA) dengan dosis 1 ml pupuk/1 liter volume kultur.


Pupuk yang digunakan pada skala laboratorium ini terbuat dari bahan kimia PA (Pro Analis) dengan dosis pemakaian 1 ml pupuk untuk 1 lt volume kultur. Jenis dan formula pupuk adalah yang sudah distandarkan dan umum digunakan yaitu Cowny® (Walne’s medium). Untuk memudahkan pemakaiannya, terlebih dahulu dibuat stok pupuk cair.











Gambar 4.43. Pupuk Pro Analis



Tabel 4.33. Komposisi Pupuk Untuk Kultur Skala Laboratorium
No
Bahan Kimia
Pupuk Walne/Conwy (gram)
Keterangan

Nutrient Media Kultur
4 Liter

1
Na EDTA

(Etilene Diamine Tetraacetic Acid)
180


2
NaNO3
400


3
H3BO3
134


4
NaH2PO4
80


5
MnCl2.4H2O
1,44


6
FeCl3.6H2O
5,2


Vitamin Solution
4 Liter

1
Thiamin
8


2
B12
400


3
Biotin
400


Trace Metal Solution
100ml

1
ZnCl2
2,1


2
CoCl2.6H2O
2,0


3
(NH4)6.Mo7O24.4 H2O
0,9


4
CuSO4.5H2O
2,0



(Sumber : Laboratorium DIFTA-BBRPBL).


3. Pemeliharaan Fitoplankton

Pemelliharaan fitoplankton meliputi pengamatan pertumbuhan, pengaturan suplai oksigen dan pemupukan. Pemupukan dilakukan setiap hari dengan dosis masing-masing kultur sebanyak 20 ml/100 liter volume kultur. Untuk proses fotosintesis penyinaran dengan 2 buah lampu neon @ 64 Watt selama 24 jam setiap hari.


4. Penghitungan Kepadatan Fitoplankton

Pertumbuhan Fitoplankton ditandai dengan pertambahan kepadatan fitoplankton yang dikultur. Untuk menghitung kepadatannya umumnya menggunakan alat hitung haemocytometer dengan bantuan mikroskop. Kepadatan rata-rata optimum Nannochloropsis sp. yang dikultur murni skala laboratorium adalah 5.000-6.000 x 104 sel/ml. Dengan ukuran 2-5 μm. Penghitungan kepadatan dilakukan setiap hari selama kegiatan kultur dengan menggunakan Haemacytometer di bawah mikroskop.kepadatan optimum Nannochloropsis, sp. yang dikultur sebanyak 5.000 – 6.000 x 104 sel/ml.


Cara penghitungan kepadatan fitoplankton adalah sebagai berikut :

1) Ambil sampel air media sebanyak 1 ml dengan pipet

2) Teteskan sampel air pada Haemacytometer, amati dibawah mikroskop

3) Hitung dengan cara mengambil 5 titik, rata-ratakan kemudian kalikan dengan 16 kotak dikalikan 104. Hasil penghitungan kepadatan Nannochloropsis sp. disajikan dalam di bawah ini.


Tabel 4.34. Pola Pertumbuhan Nannochloropsis sp.
Hari
P1
P2
P3
P4
Panen

1


30000000
30000000


2
30000000
30000000
62660000
50230000


3
39000000
40000000
70140000
61550000


4
69560000
42000000
76560000
82670000
P3, P4

5
84890000
72995000
30000000
30000000
P1, P2

6
30000000
30000000
38970000
39450000


7
38280000
39150000
52420000
61110000


8
39720000
51230000
74680000
73850000
P3, P4

9
55640000
79870000
30000000
30000000
P1, P2















Gambar 4.44. Grafik Pola Pertumbuhan Nannochloropsis sp.(sumber : Data primer)


Berdasarkan grafik di atas dapat diuraikan bahwa kultur dilakukan pada bag cultur dengan volume masing-masing 100 liter. Tebar awal dengan kepadatan 30 juta sel/ml dilakukan selama 8 hari (P1 dan P2) dan 9 hari (P3 dan P4). Berdasarkan diagram di atas ternyata pertumbuhan dari masing-masing kantong kultur kepadatan yang di capai hampir mertata. Dengan kepadatan awal 30 juta sel/ml mencapai puncak kepadatan pada hari ke-4 sebanyak 72.955.000 – 84.890.000 sel/ml. Pada kultur P3 pertumbuhannya paling tinggi dibanding P1, P2 dan P4 sebanyak 84.890.000 sel/ml, sedangkan kepadatan yang paling rendah pada kultur P2 sebanyak 72.955.000 sel/ml.


5. Pemupukan ulang

Pemupukan ulang dilakukan apabila kultur dilakukan peremajaan. Peremajan merupakan tidak lanjutan dari kultur yang telah dipanen sebagian. Pemupukan ulang dalam satu periode kultur sebanyak 3 kali, yaitu pada kultur ke-2 sampai kultur ke-4. pupuk yang digunakan sama seperti pemupukan awal dengan dosis ½ dari pemupukan awal, 10 ml/1 liter volume kultur.


6. Pemanenan

Panen Nannochloropsis sp. Dibagi menjadi 2 yaitu panen sebagian dan panen total. Panen sebagian yaitu panen yang dilakukan hanya 70% dari total kepadatan dan 30% dilakukan peremajaan untuk kultur lanjutan dengan mengoftimalkan kepadatan 30 juta sel/ml. Panen sebagian dilakukan pada hari puncak (hari ke-4) bertujuan agar kepadatan berkurang dan sudah dapat diberikan pada kultur rotifer. Panen total merupakan pemanan yang dilakukan setelah kultur selama 4 periode. Panen total terutama pada bag cultur, selain panen keseluruhan Nannochloropsis sp. juga dilakukan penggantian bag culture untuk kegiatan kultur selanjutnya. Panen total bertujuan agar kualitas media lebih steril dan kualitas Nannochlorpsis sp. tidak terlalu tua.


4.3.5.2. Kultur Massal

Kultur massal merupakan kultur yang dilakukan diluar ruangan dengan media dan kepadatan yang lebih besar. Di BBRPBL Gondol – Bali pakan alami yang sering dibudidayakan secara massal adalah Nannochloropsis sp. dan Brachionus plicatilis. Tahap-tahap yang dilakukan dalam kegiatan kultur skala massal adalah : persiapan alat dan wadah budidaya, pengisisan media, pembuatan pupuk, penebaran bibit, pemeliharaan dan pemanenan.


Tabel 4.35. Alat dan Bahan Kultur Massal Nannochloropsis sp.
Alat
Bahan

Bak beton volume 10, 20 dan 50 ton
Nannochloropsis sp 12x106 sel/ml

Selang aerasi
Air laut

Pompa hisap 3000 Watt
Air tawar

Ember
HCL (70%)

Sphon
Sabun cair

Planktonet
Pupuk lokal (Urea 20 ppm, TSP 30 ppm, ZA 80 ppm, FeCl 2,5 ppm, NaEDTA 5 ppm)

Gelas ukur

Timbangan digital

Mikroskop


Planktonet 100 mikron


Hemaechytometer


Spatula




1. Persiapan Alat dan Wadah Budidaya

Tahap-tahap kegiatan yang dilakukan dalam persiapan alat dan wadah budidaya adalah sterilisasi alat dan wadah, pengeringan dan pemasanga/pengaturan aerasi.


Nannochloropsis sp.

Kegiatan kultur secara masal yang dilakukan di BBRPBL Gondol – Bali menggunakan 8 buah bak beton dengan kapasitas volume bak berkisar antara 10 – 50 ton. Kultur dilakukan di luar ruangan dengan maksud agar terkena langsung sinar matahari sebagai proses fotosintesis serta dilengkapi pipa pemasukan air, pengeluaran air dan aerasi.











Gambar 4.45. Bak Kultur Massal Nannochloropsis sp.

Brachionus plicatilis

Wadah budidaya kultur Brachionus plicatilis adalah bak fiber bulat berdiameter 3 m dan tinggi 1m (volume 5 ton). Bak yang digunakan untuk kultur rotifer berkapasitas 15 m3. Bak tersebut sebelum dipakai dicuci terlebih dahulu, kemudian diisi dengan fitoplankton (Nannochlopsis sp.) sebanyak setengah dari volume bak kultur dengan kepadatan 2,5x106 sel/ml. Bibit Rotifer kemudian dimasukkan dengan kepadatan 20 ind/ml.











Gambar 4.46. Bak Kultur Massal Brachionus plicatilis


2. Klorinisasi

Klorinisasi merupakan salah satu usaha mensucihamakan segala aspek yang akan digunakan budidaya dengan menggunakan bahan kimia klorin. Sterilisasi alat dan wadah budidaya pada saat praktik menggunakan HCL dengan dosis 25 gr/ton. HCL dilarutkan dengan air yang kemudian disiramkan pada permukaan dinding bak. Proses penyikatan permukaan bak dilakukan setelah larutan klorin merta pada permukaan bak. Langkah terakhir media dibersihkan dengan air tawar sampai tidak berbau kaporit.


3. Pengeringan

Pengeringan dilakukan dengan interval waktu antara 6-24 jam. Tujuannya agar media bebas dari bibit penyakit, bau HCL, dan organisme-organisme yang akan menyebabkan kontaminasi.



4. Pemasangan/ Pengaturan Aerasi

Aerasi merupakan suplai oksigen yang sangat dibutuhkan oleh palnkton. Berdasarkan kegiatan PKL, aerasi diberikan pada kultur Nannochloropsis sp. sebanyak 6 titik yang diletakan pada dasar bak, dengan menggunakan pipa peralon berdiameter 1 cm. Lubang pengeluaran aerasi berdiameter 2 mm. Sedangkan pemberian aerasi pada bak kultur Brachionus plicatilis ditempatkan sejajar pada dasar bak menggunakan selang aerasi berdiameter 0,5 cm yang dilengkapi batu aerasi sebagai pemberat.


5. Pengisian Media Kultur, Pemupukan dan Tebar Bibit


Nannochloropsis sp.

Berdasarkan kegiatan praktik pengisisan air media pada kultur Nannochloropsis sp. dilakukan setelah proses pengeringan yaitu dengan air laut bersalinitas 34 – 35 ppt dengan kapasitas 73 % dari volume bak kultur. Pengisia air media dilakukan pada pagi hari yang disusul dengan pemupukan awal. Jenis pupuk yang digunakan kultur adalah pupuk local yang terdiri dar urea, TSP, ZA, FeCl, NaEDTA.


Tabel 4.36. Formula Pupuk Kultur Massal Fitoplankton
No
Pupuk
Formula ppm

1
ZA
80

2
Urea
20

3
TSP
30

4
FeCl
2,5

5
NaEDTA (Etilene Diamine Tetracetic Acid)
5



Pada tabel di atas dosis yang diberikan merupakan pemupukan awal guna meningkatkan kesuburan media untuk pertumbuhan Nannochloropsis sp. untuk pemupukan ulang dilakukan setelah berumur 7 hari atau wakt panen dengan dosis pup ½ dari pemupukan awal.


Tahap-tahap pembuatan pupuk adalah sebagai berikut :

1) Timbang bahan-bahan (urea, ZA, TSP, FeCl dan NaEDTA) dengan timbangan

2) Rendam dan larutkan bahan-bahan dengan air laut sampai homogen antara 25 – 30 menit

3) Tebar pupuk pada media kultur secara merata dan aerasi dihidupkan.


Penebaran bibit Nannochloropsis sp. dilakukan dengan metode transfer. Metode pengaliran bibit ini sangat efisien dalam penebaran dan aman dari kontaminasi. Bibit ini dihasilkan dari bak kultur yang telah mengalami puncak kepadatan yang sangat tinggi. Penebaran dilakukan setelah pupuk tersebar merata dengan interval waktu 10 – 15 menit. Padat tebar Nannochloropsis sp pada saat PKL sebanyak 12 x 106 sel/ml.


Brachionus plicatilis

Persiapan media kultur massal Brachionus plicatilis yaitu dengan metode alga. Media alga yang diberikan adalah Nannochloropsis sp. yang juga sebagai pakan Brachionus plicatilis. Pengisisan media alga dilakukan dengan metode transfer dari bak kultur Nannochloropsis sp. Pengisisan terdiri dari 3 tahap yaitu hari I sebanyak 25%, hari II 50% dan hari III 100% dari volume bak kultur. Kepadatan Nannochloropsis sp sebanyak 2,5 x 106 sel/ml. Padat tebar sebanya 20 ind/ml, dipanen setelah mencapai puncak kepadatan 250 ind/ml.


6. Pemeliharaan Kultur

Berdasarkan praktek pemeliharaan kultur Nannochloropsis sp dan Brachionus plicatilis dilakukan setiap hari yang meliputi pengamatan kualitas air, aerasi dan penghitungan kepadatan. Penghitungan kepadatan Nannochloropsis sp. menggunakan Hemachytometerdan alat hitung kepadatan Rotifer menggunakan sadgwich


Fulk dan Mains (1991) menyatakan bahwa Brachionus plicatilis dapat tumbuh dengan baik pada suhu 20 – 300 C, salinitas 30 – 35 ppt, pH 7,5 – 8,5. agar Brachionus plicatilis dapat berkembang dengan baik alangkah baiknya dipelihara di tempat yang mendapat sinar matahari dengan suhu antara 27 – 290 C dan pH antara 7,7 – 8,7. sedangkan untuk salinitas tergantung pada jenis Brachionus plicatilis, untuk jenis air laut ada yang hidup pada salinitas antara 15 – 18 ppt dan ada pula hidup pada salinitas 28 – 30 ppt.


Nannochloropsis sp.

Berdasarkan hasil pengamatan selama 7 hari diperoleh data kepadatan Nannochloropsis sp yang dikultur pada bak bervolume 10, 20 dan 50 ton disajikan dalam tabel (4.37). Untuk mendapatkan data kepadatan yang akurat penghitungan dilakukan selama pemeliharaan sampai masa panen dengan menggunakan Hemachytometer.









Gambar 4.47. Alat Hitung Kepadatan Nannochloropsis sp. (Hemachytometer)


Tabel 4.37. Hasil Pengamatan Kepadatan Nannochloropsis sp. secara Massal
Hari
Bak

1
2
3
4
5
6
7
8

1
3.430
5.860
11.320
8.530
6.910
8.710
6.520
3.640

2
3.670
7.780
12.010
8.590
8.560
6.460
5.350
4.630

3
4.540
6.910
10.630
7.270
7.720
5.200
6.400
6.640

4
7.480
9.160
11.710
6.760
9.070
7.420
7.720
9.310

5
9.190
9.400
5.560
7.330
5.470
8.440
7.780
9.610

6
11.920
7.600
1.390
11.620
9.520
-
5.500
11.200

7
12.460
6.790
1.960
12.460
10.180
-
7.840
-


Keterangan : Jumlah kepadatan x 103

















Gambar 4.48. Diagram Pertumbuhan Nannochloropsis sp pada bak 1 s.d bak 7 (sumber : Data Primer)


Berdasarkan diagram di atas dapat diuraikan bahwa perkembangan Nannochloropsis sp. Pada bak 1 dengan tebar awal sebanyak 3.430.000 sel/ml mencapai puncak kepadatan di hari ke-7 sebanyak 12.460.000 sel/ml. Pada bak 2 tebar awal sebanyak 5.860.000 sel/ml mengalami puncak pada heri ke-5 dengan kepadatan 9.400.000 sel/ml. Pada bak 3 dengan tebar awal sebanyak 11.320.000 sel/ml mencapai puncak kepadatan di hari ke-2 sebanyak 12.010.000 sel/ml, akan tetapi pada hari ke-4 dilakukan panen sebagian yang dialirkan pada kultur rotifer sebanyak 10.630.000 sel/ml. Selanjutnya dilakukan peremajaan kembali dengan kepadatan 5.560.000 sel/ml. Pada bak 4 dengan tebar awal sebanyak 8.530.000 sel/ml mencapai puncak kepadatan di hari ke-7 sebanyak 12.460.000 sel/ml. Pada bak 5 dengan tebar awal sebanyak 6.910.000 sel/ml mencapai puncak kepadatan di hari ke-7 sebanyak 10.180.000 sel/ml. Pada bak 6 dengan tebar awal sebanyak 3.430.000 sel/ml mengalami pertumbuhan yang tidak stabil mencapai puncak kepadatan di hari ke-5 sebanyak 8.440.000 sel/ml. Pada bak ke-5 kegiatan kultur tidak dilanjutkan kembali karena kualitas Nannochloropsis sp. tidak baik dan terjadi kontaminasi. Pada bak 7 dengan tebar awal sebanyak 6.520.000 sel/ml, seperti halnya pada bak 6 pola pertumbuhannya tidak stabil sehingga mencapai puncak kepadatan di hari ke-7 sebanyak 7.840.000 sel/ml. Pada bak 8 dengan tebar awal sebanyak 3.640.000 sel/ml mencapai puncak kepadatan di hari ke-6 sebanyak 11.200.000 sel/ml.


Dari 8 bak yang dikultur, pemanenan dilakukan secara total dan sebagian. Pemanenan dilakukan apabila ada permintaan dari bak kultur rotifer dan pembenihan. Nannochloropsis sp berumur 4 hari diberikan pada rotifer dan Nannochloropsis sp. yang berumur 7 hari diberikan pada pembenihan larva. Perbandingan perkembangan Nannochloropsis sp.














Gambar 4.49. Diagram Perbandingan Pertumbuhan Nannochloropsis sp. bak 1 – 8


Berdasarkan diagram di atas dapat duraikan bahwa perkembangan Nannochloropsis sp. Perkembangan yang paling baik pada bak 1 dan 2, sedangkan pola pertumbuhan/perkembangan Nannochloropsis sp. yang paling rendah pada bak 7, dengan kepadatan 11.200.000 sel/ml.


Brachionus plicatilis

Berdasarkan hasil pengamatan selama 14 hari, Brachionus plicatilis yang dikultur pada bak bervolume 50 ton dilakukan penghitungan dengan menggunakan alat hitung kepadatan rotifer Sadgwich (4.50) diperoleh data kepadatan Brachionus plicatilis yang disajikan dalam tabel (4.38)(113).








Gambar 4.50. Alat Hitung Kepadatan Rotifer (Sadghwich)


Tabel 4.38. Pola Perkembangan Rotifer (Brachionus plicatilis)
Hari
A
B
C
D
E

1
30
30
30
30
30

2
32
38
30
35
27

3
38
41
32
37
29

4
42
43
36
42
31

5
47
57
19
42
36

6
54
72
24
47
40

7
60
75
20
46
46

8
50
71
18
48
50

9
47
79
21
48
57

10
37
66
19
41
56

11
35
59
18
37
47

12
32
52
17
32
46

13
28
46
15
26
41

14
6
40
13
17
36


Keterangan : jumlah ind/ml (sumber : Data Primer)




Gambar 4.51. Diagram perkembangan Rotifer bak 1 – bak 5

Berdasarkan gambar (4.51)(113) dapat diuraikan bahwa perkembangan Brachionus plicatilis antar masing-masing bak memiliki pola pertumbuhan yang berbeda. Pada bak A dengan tebar awal sebanyak 30 ind/ml mencapai puncak kepadatan di hari ke-7 sebanyak 60 ind/ml. Pada bak B dengan tebar awal sebanyak 30 ind/ml mencapai puncak kepadatan di hari ke-9 sebanyak 79 ind/ml. Pada bak C dengan tebar awal sebanyak 30 ind/ml mencapai puncak kepadatan di hari ke-4 sebanyak 36 ind/ml, perkembangannya mengalami penurunan pada hari ke-14 menjadi 13 ind/ml. Pada bak D dengan tebar awal sebanyak 30 ind/ml mencapai puncak kepadatan di hari ke-9 sebanyak 48 ind/ml. Pada bak E dengan tebar awal sebanyak 30 ind/ml mencapai puncak kepadatan di hari ke-9 sebanyak 57 ind/ml. Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa dari tiap perlakuan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat baik yaitu pada bak B, sedangkan pola pertumbuhan yang paling rendah yaitu pada bak C. Penurunan ini diakibatkan karena suplai pakan yakni Nannochloropsis sp.mempunyai nutrisi yang sangat rendah atau Nannochloropsis sp. yang diberikan kualitasnya sangat jelek.


7. Pemanenan

Panen merupakan tahap akhir dari budidaya, dimana hasil dari itu dapat diaplikasikan pada kegiatan berikutnya. Berdasarkan kegiatan PKL, pemanenan dibagi menjadi 2 bagian yaitu, panen total dan panen sebagian. Panen total merupakan pengambilan hasil yang dilakukan secara keseluruhan dan tidak dilakukan peremajaan dari sisa yang telah dikultur. Panen total dilakukan setelah masa kultur mencapai 4 generasi (4 kali panen), tujuannya agar organisme yang dikultur umurnya tidak terlalu tua dan kualitasnya sudah jelek. Panen sebagian merupakan pemungutan hasil dari suatu yang dibudidayakan dengan mengambil sebagian organisme yang dikultur dan sisa organisme tersebut dapat dilakukan peremajaan kembali. Panen sebagian dilakukan apabila organisme yang dikultur mencapai kepadatan yang melimpah, tujuannya agar kepadatannya menjadi jarang dan menjaga kematian massal.


Kegiatan pemanenan Nannochloropsis sp dan Brachionus plicatilis dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 07.00 WITA. Rotifer yang dipanen dialirkan dari wadah budidaya dengan menggunakan selang berdiameter 5 cm serta dilengkapi planktonet. Planktonet yang digunakan untuk panen Nannochloropsis sp. yaitu saringan halus dengan ukuran 300 mikron diletakkan pada ujung selang. Sedangkan saringan yang digunakan untuk panen Rotifer berukuran 150 – 200 mikron. Selanjutnya ditampung pada wadah sementara untuk diendapkan agar terhindar dari kotoran. Proses Pemanen Rotifer dapat dilihat pada gambar di bawah ini.










Pemeliharaan Pemanenan















Pengamatan dan

Penghitungan Penyaringan


Gambar 4.52. Proses Pemanen Rotifer


4.3.5.3. Penetasan Cyst Artemia salina

Ketersediaan artemia merupakan salah satu tahap dalalam pemberian pakan terhadap larva setelah diberikan Rotifer. Artemia ini diberikan pada saat larva berumur 30 hari ke atas ( >D30), dimana bukaan mulut larva semakin besar dan menambah nilai nutrisi terhadap pertumbuhan. Selain itu, sal satu upaya untuk meminimalisir tingkat kanibalisme karena kegagalan pembenihan sering terjadi yang diakibatkan kurangnya pasokan pakan pakan yang sangat dibutuhkan larva. Masa tersebut merupakan masa peralihan larva dalam mengembangkan pertumbuhannya terhadap bobot badan.

Ketersediaan artemia sangat diperhatikan apabila larva mencapai umur 30 hari. Berdasarkan observasi dan pelaksanaan praktik pengadaan artemia dilakukan dengan cara penetasan Cyst artemia. Berbagai produk banyak beredar di pasaran dalam bentuk kemasan kaleng. Harga cyst artemia dalam kemasan kaleng ini sangat berpariasi mulai dari Rp 250.000 – Rp 350.000/kaleng.










Gambar 4.53. Bak kultur Artemia


Penetasan Artemia sp dilakukan pada pagi hari ( 07.00 WITA ) dengan menggunakan bak fiber dengan volume 60 liter yang dilengkapi dengan selang aerasi pada bagian permukaan bak sebagai suplai oksigen. Air media bersalinitas 34 – 35 ppt, suhu 290 – 300 C, oksigen terlarut (DO) 3 ml/l dan pH 7 – 8. Sebelum digunakan bak dicuci terlebih dahulu kemudian diisi air laut sebanyak 30 liter dan air tawar 10 liter, kemudian cyste Artemia dimasukkan ke dalam bak tersebut sebanyak 60 gram (1,5 g/l) sebanyak 275.384 butir. Intervakl waktu penetasan Artemia sp mencapai 23 - 24 jam dari proses pengkulturan. Pemanenan dilakukan dengan cara menutup bak fiber tersebut dengan plastik hitam agar Artemia sp yang menetas turun ke bawah karena sifat Artemia sp yang memiliki kecenderungan mendekati cahaya, di bawah saluran pengeluaran dipasangi planktonet untuk menyaring Artemia sp yang akan dipanen. Setelah itu saluran pengeluaran dibuka perlahan-lahan sampai Artemia sp tersebut masuk dalam planktonet dan tersaring semuanya. Cyst artemia berhasil menetas sebanyak 15.696.888 individu dari 16.523.040 butir, cyst yang tidak menetas sebanyak 826.152 butir.

0 komentar:

Posting Komentar